Fushimi Inari Taisha: Gerbang Vermilion Tak Berujung Menuju Gunung Suci

Fushimi Inari Taisha

Pendahuluan

Fushimi Inari Taisha (伏見稲荷大社), yang juga dikenal sebagai Oinari-san, adalah kuil Shinto yang sangat penting di Kyoto selatan, Jepang. Kuil ini terkenal di seluruh dunia karena ribuan gerbang torii berwarna vermilion (merah jingga) yang berjejer membentuk jaringan jalur yang membelah hutan lebat di lereng Gunung Inari yang suci. Sebagai pusat dari sekitar 30.000 kuil Inari yang tersebar di seluruh Jepang, Fushimi Inari Taisha didedikasikan untuk Inari, dewa padi, pertanian, kesuksesan bisnis, dan para rubah (kitsune) yang dianggap sebagai pembawa pesan dewa.

Sejarah Panjang dan Keagungan Kekaisaran

Sejarah Fushimi Inari Taisha sangatlah kuno, jauh sebelum Kyoto menjadi ibu kota Jepang pada tahun 794 Masehi. Kuil pertama didirikan pada tahun 711 di Bukit Inariyama oleh klan Hata yang berpengaruh, sebuah keluarga yang makmur di wilayah Kyoto yang terkenal dengan bisnis dan budidaya ulat sutra. Awalnya didedikasikan untuk dewa padi dan sake, seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, Inari juga mulai dipuja oleh para pedagang sebagai pelindung kesuksesan bisnis.

Pada awal Periode Heian, Fushimi Inari Taisha mulai menerima dukungan kekaisaran. Pada tahun 965, Kaisar Murakami menetapkan bahwa utusan harus membawa catatan tertulis tentang peristiwa penting kepada kami (dewa) pelindung Jepang. Heihaku ini awalnya dipersembahkan kepada 16 kuil, termasuk Kuil Inari. Dari tahun 1871 hingga 1946, Fushimi Inari Taisha secara resmi ditetapkan sebagai salah satu Kanpei-taisha (官幣大社), yang berarti kuil ini berada di peringkat pertama kuil yang didukung pemerintah di bawah sistem Shinto Negara. situs slot gacor andalan sejak 2019 di situs totowayang rasakan kemenangan dengan mudah.

Gerbang Torii yang Memukau: Simbol Dedikasi dan Harapan

Daya tarik utama Fushimi Inari Taisha adalah ribuan gerbang torii berwarna vermilion yang berkelok-kelok di sepanjang jalur pendakian menuju puncak Gunung Inari yang setinggi 233 meter. Gerbang-gerbang ini, yang berjumlah diperkirakan mencapai 10.000, adalah sumbangan dari individu dan perusahaan di seluruh Jepang sebagai persembahan kepada Inari, baik untuk memohon keberuntungan dalam bisnis, panen yang melimpah, keselamatan keluarga, atau sebagai ucapan terima kasih atas terkabulnya doa.

Tradisi menyumbangkan torii mulai menyebar luas sejak Periode Edo (1603-1868) dan terus berlanjut hingga kini. Di bagian belakang setiap gerbang terukir nama donatur dan tanggal donasi. Harga untuk menyumbangkan sebuah torii bervariasi tergantung ukurannya, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan Yen. Dua barisan gerbang torii yang padat di awal jalur pendakian dikenal sebagai Senbon Torii (千本鳥居), yang berarti “ribuan gerbang torii“.

Baca Juga: Devil’s Pool, Zambia: Berenang di Tepi Air Terjun Terbesar Dunia

Menjelajahi Gunung Suci: Perjalanan Spiritual dan Pemandangan Indah

Jalur pendakian melalui terowongan gerbang torii membentang sepanjang sekitar 4 kilometer dan membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam untuk mencapai puncak gunung dan kembali. Namun, pengunjung bebas untuk berjalan sejauh yang mereka inginkan sebelum berbalik. Di sepanjang jalan, terdapat banyak kuil-kuil kecil (hokora), altar batu (otsuka) untuk ibadah pribadi, dan patung-patung rubah.

Sekitar setengah perjalanan menuju puncak, pengunjung akan mencapai persimpangan Yotsutsuji, yang menawarkan pemandangan panorama kota Kyoto yang indah. Di titik ini, jalur terbagi menjadi rute melingkar menuju puncak gunung. Mendaki Gunung Inari bukan hanya sekadar aktivitas fisik, tetapi juga dianggap sebagai perjalanan spiritual, di mana setiap gerbang torii yang dilewati membawa pengunjung lebih dekat dengan kami Inari.

Rubah: Pembawa Pesan Ilahi Inari

Di seluruh area Fushimi Inari Taisha, pengunjung akan menemukan banyak patung rubah (kitsune). Rubah dianggap sebagai pembawa pesan ilahi dari dewa Inari. Patung-patung rubah ini hadir dalam berbagai bentuk dan ukuran, seringkali memegang benda-benda simbolis di mulut atau di bawah kaki depannya, seperti kunci lumbung padi, gulungan kitab, atau permata yang melambangkan roh dewa. Masyarakat Jepang secara tradisional melihat rubah sebagai makhluk suci dan agak misterius yang mampu “merasuk” manusia.

Struktur Kuil dan Artefak Budaya

Di bagian bawah gunung, dekat pintu masuk, berdiri gerbang torii raksasa dan Gerbang Romon yang megah, disumbangkan pada tahun 1589 oleh pemimpin terkenal Toyotomi Hideyoshi. Di belakangnya terdapat Aula Utama (honden), tempat para pengunjung memberikan penghormatan kepada dewa Inari dengan persembahan kecil. Aula Utama yang dibangun pada tahun 1499 ini merupakan Properti Budaya Penting Jepang. Di area utama kuil juga terdapat Aula Pemujaan (haiden) dan kantor kuil.

Di sepanjang jalan menuju kuil, terdapat berbagai toko suvenir yang menjual berbagai macam barang bertema rubah, termasuk topeng rubah buatan tangan yang populer saat festival. Pengunjung juga dapat menemukan toko-toko yang menjual tsujiura senbei, sejenis kue keberuntungan Jepang yang diyakini sebagai cikal bakal kue keberuntungan Amerika-Tiongkok. Di sekitar kuil juga terdapat warung makan yang menjual inari sushi (nasi yang diisi ke dalam kantong tahu goreng) dan kitsune udon (mie gandum dalam kaldu dengan aburaage), hidangan favorit rubah dalam mitologi Jepang.

Fushimi Inari Taisha dalam Budaya Populer

Keindahan dan keunikan Fushimi Inari Taisha telah menjadikannya lokasi yang populer dalam berbagai karya budaya populer, termasuk film “Memoirs of a Geisha”, serial anime “Inari, Konkon, Koi Iroha”, dan bahkan menginspirasi desainer game Nintendo, Shigeru Miyamoto, untuk menciptakan seri game “Star Fox”.

Kesimpulan

Fushimi Inari Taisha bukan hanya sekadar kuil Shinto, tetapi juga merupakan pengalaman spiritual dan visual yang tak terlupakan. Ribuan gerbang torii berwarna vermilion yang berkelok-kelok di lereng gunung suci menciptakan pemandangan yang ikonik dan memukau, menarik jutaan pengunjung dari seluruh dunia setiap tahunnya. Mengunjungi Fushimi Inari Taisha adalah kesempatan untuk merasakan keindahan alam, kekayaan budaya, dan kedamaian spiritual di jantung kota Kyoto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *